TOXIC MASCULINITY / FEMINITY

buat anak-anak jaman old, becandaan macem “bencong lo”, “masa cowok ga bisa main bola”, “masa cowok masak”, “masa cowok nangis” kayaknya udah biasa di celotehin sama temen, guru, saudara, bahkan keluarga sendiri. Gue sendiri inget, sejak kecil gue ga bisa main bola. Gue ga tertarik ngejar-ngejar bola tuh. Gue lebih tertarik masak. Bahkan ketika keluarga lagi pergi dan gue sendiri, gue memilih buat masak. Hobi masak bahkan keterusan sampai sekarang. Ya, gue lebih seneng masak daripada beli diluar. Lebih enak saja, meskipun rasa masakan seadanya, tapi lebih puas aja gitu dengan belanja sendiri, memotong-motong bawang, menumis, atau mengoven masakan.

Ternyata celotehan begini juga diamili wanita, ketika mereka tidak bisa masak. Ketika karir melesat melebihi pria. Tidak bisa boleh sekolah tinggi. Harus pintar dandan. Tidak bisa mengurus urusan rumah secara bersih dan benar.

Sepertinya dengan semakin terbukanya informasi, baik melalui internet, sosial media, menjadikan ilmu juga makin berkembang dan semakin mudah menyentuh level sehingga ternyata semakin banyak orang tau bahwa bercanda berlebihan itu termasuk toxic.

Sekilas gue baca di internet, ada istilah toxic masculinity dan toxic feminity.

Toxic masculinity dapat didefinisikan sebagai perilaku sempit terkait peran gender dan sifat laki-laki. Dalam toxic masculinity, definisi maskulinitas yang lekat sebagai sifat pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan tidak boleh menunjukkan emosi.

Toxic feminity adalah standar yang dianggap normal oleh masyarakat tentang hal-hal yang seharusnya dilakukan atau dimilik perempuan. Arti harfiahnya adalah konsep tentang femininitas—atau hal-hal yang dianggap memiliki sifat perempuan—yang sebenarnya ‘beracun’ karena menghalangi perempuan untuk maju dan berkembang.

Konsep Awal Jenis Kelamin dan Gender

Kelamin itu merujuk pada alat kelamin (genital) yang melekat dan sudah didapat sejak lahir. Konsep gender tidak merujuk kepada jenis kelamin tertentu (laki-laki atau perempuan). Berbeda dengan jenis kelamin, gender merupakan konsep yang dipergunakan untuk menggambarkan peran dan relasi sosial laki-laki dan perempuan.

Kelamin saja meskipun secara umum terbagi menjadi kelamin pria dan kelamin perempuan, tetapi dalam dunia nyata pun masih ditemui ada orang yang lahir dengan kelamin ganda.

Amibigous genitalia atau kelamin ganda adalah kondisi saat bentuk alat genital atau kelamin tidak jelas, sehingga terlihat seperti memiliki kelamin ganda, yaitu perempuan dan laki-laki. Kondisi ini disebabkan oleh kelainan perkembangan organ kelamin saat bayi masih dalam kandungan. Artinya meskipun jenis kelamin merupakan fitrah lahiriah, ternyata masih ada juga yang tidak sesuai dengan wujud seharusnya.

Gender. Konsep ini gue ingat adalah bentuk konstruksi sosial yang muncul di masyarakat yang memisahkan peran pria dan wanita. Nah akhirnya disinilah muncul adanya konflik. Mengapa? Persepsi pria dan wanita tentu dipersepsikan berbeda. Pria harus bisa kuat, macho, pekerja keras, menggunakan logika. Jauh dari kata lemah lembut, perasa, emosional, halus. Sedangkan persepsi wanita, tentu saja lemah lembut, perasa, emosional, halus. Wanita tidak boleh macho, tidak boleh kuat, dan sifat-sifat ke-pria-an tidak boleh ada di dalam sifat wanita. Ketika ada pria lemah lembut, atau wanita macho maka dianggap bias gender. Muncul diskriminasi pada gender tertentu, sampai terpadah adalah menimbulkan toxic masculinity maupun toxic feminity. Padalah gender adalah sifat yang muncul karena konstruksi sosial budaya di masyarakat dan akhirnya menjadi stereotipe yang melekat pada laki-laki maupun perempuan. Bias gender ini yang memihak dan merugikan salah satu jenis kelamin.

Toxic secara sederhananya adalah sesuatu yang membawa pengaruh negatif atau buruk kepada lingkungan sekitarnya baik itu perlakuan, sikap, ataupun tindakan. Sikap toxic masculinity/ feminity membawa pengaruh negatif kelingkungan/ kepada orang yang dituju atau disasar. Karena dimasyarakat sering memberikan becandaan, kok cowok nggak ngerokok, cowok nggak futsal, atau cewek nggak bisa masak dll menjadikan beban bagi pria/ wanita yang memang tidak suka atau tidak bisa melakukan hal tersebut.

Satu sisi, mungkin bagi orang “normal” dengan kelakukan seperti orang/ masyarakat pada umumnya menjadikan hal tersebut becandaan. Namun, bagi orang yg tidak menyukai bola, tidak bisa memasak. Dibecandain seperti itu selain membuat down juga bisa berakibat fatal, yaitu sampai bunuh diri. Memang terdenga bercanda, namun memang seharusnya sikap dan sifat basa basi manusia Indonesia harus dikurangi.

Dikuti dari Suara.com (sumber)

pada 17 Desember 1973 American Psychiatric Association (APA) menyatakan, bahwa homoseksual bukanlah penyakit mental atau penyakit lain. Meski banyak pro kontra, penyataan organisasi psikiatris terbesar di dunia itu telah mempu menggeser opini publik tentang kesetaraan LGBT.

Pada tahun 1975, APA secara terbuka menyatakan bahwa homoseksualitas tidak menyiratkan gangguan dalam penilaian, keandalan, atau kemampuan sosial. Mereka juga menyarankan agar para profesional kesehatan mental harus memimpin dalam menghilangkan stigma terhadap kelompok homoseksual.

Melansir dari BBC, APA bahkan pernah menyurati Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) untuk mendorong perhimpunan tersebut mempertimbangkan ulang kebijakan bahwa homoseksualitas masuk dalam kategori masalah kejiwaan.

Jauh sebelum APA menyatakan homoseksual bukan sebagai gangguan kejiwaan, peneliti Evelyn Hooker sudah membantah mitos populer tersebut bahwa homoseksual secara inheren kurang sehat secara mental daripada heteroseksual melalui penelitiannya di tahun 1950-an.

Ilmu itu berkembang. Gue pernah berbicara dengan psikolog bahwa manusia itu kompleks. Sifat gender, kelamin saja masih belum terus dipejalari dan gue juga yakin akan terus bertambah keilmuan yang mempelajari dan akan ada banyak penemuan-penemuan baru dikemudian hari.

BER-GAY-A SESUAI KANTONG BUKAN LINGKUNGAN

Gue baru aja dapet cerita lucu nih.

Ada yg share di grup ada salah satu agen menipu. Bawa lari uang.

Sebenarnya di lingkungan traveller, hal seperti ini kaya umum terjadi sih. Yang bikin lucu adalah ternyata itu adalah salah satu circle gay yang gue kenal. Gue kenal, karena gue liat dia sering banget nongkrong gitu di instagramnya. Selidik punya selidik, gue denger dari temen gue itu kalo dia memang hobi nongkrong dan temen-temennya gaul-gaul.

Terus rumahnya ternyata di pelosok desa gitu. Jauh banget dari perkotaan. Ketika pulang ke rumah katanya naik kendaraan umum. Ada masalah dengan kendaraan umum? Nggak sih, ini jadi label aja, ketika di sosial media terlihat gaul, mewah. Namun kenyataannya ternyata di lingkungan rumah tidak seperti aslinya.

Sebenarnya gue gak mau judgment. Tapi disini gue berpikir, intinya adalah bergayalah sesuai isi kantongmu. Jangan mengikuti lingkungan temanmu. Apalagi dunia sosia media saat ini, penuh dengan pencitraan. Kebutuhan instastory yang bagus, feed yang kece, postingan yang keren.

Gue sendiri jujur sering iri, melihat feed, fyp orang-orang yang kerena. Ternyata dunia maya memang tidak seindah aslinya.

Gue sendiri mungkin gitu. Di luar terlihat straight? Tapi faktanya big no. Aslinya rapuh. Hati lemah dan melankolis.

Ato malah gue emang nggak ada straightnya sama sekali dari luar ? Wkwkwk.

Yah kehidupan dunia makin berat. Semakin majunya internet, media sosial orang memang haus akan eksistensi. Gue juga ngerasa begitu. Cuma sedih juga, sebagai gay gue ga bisa menunjukkan eksistensi diri gue sendiri karena gue ga bakalan kuat dengan stigma dan judgment orang-orang disekitar gue kalo sampai tau gue gay. Pasti gue bakalan di rendahin. Diremehin. Dan dicap buruk. Lihat saja ragil. Dia sendiri sudah pindah kewarganegaraan jerman. Dia coming out sebagai gay. Tapi tetep saja, mungkin mayoritas menjadi haters karena menganggap perilaku ragil yang gay rendahan. Termasuk pasti mencap bahwa ragil memanfaatkan suaminya (?)

Padahal gue yakin, ragil udah posting juga gimana dia berjuang dari awal di jerman. Jerman kan beda kultur. Disana gay sudah lazim. Bukan soal, orang menjadi gay hanya karena memanfaatkan pasangannya saja. Tapi tetep aja, semacam anak usia muda menikah dengan pasangan yang berusia tua. Kalau saling cinta, apa yang salah. Tapi karena negara miskin, indonesia seperti dicap bahwa apabila menikah dg orang berbeda usia jauh diatas kita seperti memanfaatkan harta kekayaannya saja.

Duh jadi makin ngelantur aja bahasannya.

Intinya lo gay atau bukan ga usah so so an pamer kalo kartu debit bank lo masih silver ato gold ya.